Memasuki tahun 2025, isu perubahan iklim dan kerusakan lingkungan semakin menjadi perhatian global, termasuk di Indonesia. Menjawab tantangan tersebut, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) meluncurkan program nasional bertajuk “Sekolah Hijau 2025: Kurikulum Lingkungan Berbasis Aksi” sebagai bentuk nyata pendidikan yang tidak hanya teoritis, tetapi juga berorientasi pada tindakan langsung dalam menjaga lingkungan.
Program ini mencerminkan pergeseran paradigma pendidikan dari pendekatan pasif ke pendekatan partisipatif dan solutif. Tidak lagi sekadar belajar tentang lingkungan di dalam kelas, para siswa kini diajak terlibat langsung dalam aktivitas pelestarian lingkungan di sekolah dan komunitas.
Latar Belakang dan Tujuan Program
Indonesia sebagai negara kepulauan menghadapi ancaman nyata dari perubahan iklim, mulai dari naiknya permukaan laut, deforestasi, polusi udara, hingga kerusakan keanekaragaman hayati. Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), bencana hidrometeorologi seperti banjir dan kekeringan meningkat drastis dalam lima tahun terakhir.
Melihat urgensi ini, Kemendikbudristek menggagas “Sekolah Hijau 2025” sebagai salah satu langkah strategis untuk menciptakan generasi muda yang sadar lingkungan dan bertanggung jawab terhadap masa depan planet ini.
Tujuan utama dari kurikulum ini adalah:
-
Menanamkan kesadaran ekologis sejak dini.
-
Mendorong perilaku ramah lingkungan di lingkungan sekolah dan rumah.
-
Melahirkan agen perubahan lingkungan di tingkat lokal.
-
Mengintegrasikan aksi nyata dalam proses pembelajaran.
Isi Kurikulum: Belajar Sambil Bertindak
Kurikulum Lingkungan Berbasis Aksi tidak hanya ditambahkan sebagai mata pelajaran tersendiri, tetapi diintegrasikan ke dalam berbagai mata pelajaran seperti IPA, IPS, Bahasa Indonesia, bahkan Matematika dan Seni Budaya.
Beberapa contoh penerapan konkrit dalam kurikulum adalah:
-
Proyek Pengelolaan Sampah Mandiri
-
Siswa diajarkan cara memilah sampah organik dan anorganik.
-
Sekolah menyediakan fasilitas daur ulang sederhana.
-
Setiap kelas bertanggung jawab atas “zona bersih” masing-masing.
-
-
Pertanian Mini Organik
-
Siswa menanam tanaman sayur di kebun sekolah.
-
Pembelajaran tentang siklus hidup tanaman, pemupukan alami, dan irigasi tetes.
-
-
Audit Energi Sekolah
-
Anak-anak belajar mengukur konsumsi listrik harian sekolah.
-
Diskusi dan eksperimen untuk mengurangi pemakaian listrik seperti mematikan lampu saat tidak digunakan.
-
-
Hari Tanpa Plastik
-
Sekolah menetapkan satu hari khusus dalam seminggu di mana siswa tidak membawa kemasan plastik sekali pakai.
-
Tersedia kantin ramah lingkungan dengan kemasan biodegradable.
-
-
Jurnal Lingkungan Pribadi
-
Setiap siswa menulis jurnal mingguan tentang aksi ramah lingkungan yang mereka lakukan di rumah.
-
Dengan kegiatan-kegiatan ini, pendidikan rajazeus login lingkungan tidak lagi berhenti pada wacana, tetapi menjadi bagian dari keseharian siswa.
Pelatihan Guru dan Kolaborasi Komunitas
Agar kurikulum berjalan maksimal, program ini disertai dengan pelatihan khusus bagi para guru di seluruh Indonesia. Guru dilatih untuk mengintegrasikan nilai-nilai ekologi dalam pelajaran mereka serta membimbing siswa dalam proyek berbasis aksi.
Tidak hanya itu, sekolah juga didorong menjalin kerja sama dengan komunitas lokal, LSM lingkungan, dan dinas terkait. Misalnya, mengundang aktivis lingkungan untuk berbicara di kelas, atau melibatkan siswa dalam kegiatan bersih pantai, tanam pohon, hingga kampanye hemat energi di lingkungan sekitar sekolah.
Tantangan dan Harapan
Tentu, pelaksanaan program “Sekolah Hijau 2025” tidak lepas dari tantangan. Keterbatasan dana, infrastruktur sekolah yang belum memadai, serta kurangnya tenaga pengajar yang kompeten dalam isu lingkungan menjadi catatan penting.
Namun demikian, dukungan dari pemerintah daerah, sektor swasta, dan partisipasi aktif orang tua menjadi modal kuat untuk menjadikan sekolah sebagai pusat edukasi lingkungan yang progresif.
Beberapa sekolah percontohan di Yogyakarta, Bali, dan Kalimantan sudah menunjukkan keberhasilan program ini. Mereka tidak hanya berhasil menurunkan volume sampah hingga 60%, tetapi juga membangun budaya sekolah yang lebih peduli dan kolektif terhadap isu ekologi.
BACA JUGA: Qatar Foundation & Pendidikan Kelas Dunia: Model Sukses di Timur Tengah